Kita telah masing-masing kehilangan. Lalu dengan segala-gala lupa, pada
akhirnya, pelarian terakhir hanyalah membuat sunyi kehidupan. Namun
katanya, kau adalah kebalikan dari aku. Membuat segala sunyi menjadi
ramah kepadamu. Lalu jadilah kau menertawai kesunyian itu sendiri.
Hanya
satu tempat yang paling akrab denganku. Kamar dengan warnanya yang
ungu. Panjang dan luasnya sama; empat meter. Di ujung bagian kanan,
ditempatkan sebuah ranjang ungu yang hanya muat untuk satu orang. Di
samping kanannya ditaruh sebuah kursi dengan cat berwarna ungu yang
berhadapan dengan satu cermin besar; akan kelihatan seluruh tubuh di
dalamnya. Mulai dari kepala hingga ke kaki.
Aku iri terhadapmu.
Terlalu iri. Sungguh. Kapankah kau mau mengajakku ke tempatmu? Akh, aku
malu menanyakannya langsung. Bukan hanya malu, tapi juga rindu. Rindu
melihat matamu mempelototi mataku. Dan… dan… dan kita jatuh cinta lagi.
Lalu anak-anak kita akan menjadi terlantar. Lalu mereka menjadi harus
ke sekolah tanpa ada yang mengantar. Lalu di jalan mereka berpegangan
tangan. Lalu datang sebuah truk berkecepatan tinggi. Lalu mereka
terlindas. Akh, aku tak mau nasib mereka seperti itu lagi.
Aku merasa begitu bersalah karena meragukan perihal ucapanmu tempo hari.
“Kenapa kau begitu tergila-gila pada ungu?” tanyaku waktu itu.
“Aku merasa damai saja bila melihatnya. Kau tak suka?” kau bertanya balik.
“Tenang! Aku lelaki yang tak begitu fanatik terhadap warna,”
Kau tersenyum manja.
“Berarti kau tak keberatan bila suatu saat rumah kita telah jadi, lalu kamar tidur kuminta diwarnai ungu?”
“Tidak apa-apa. Yang kau suka, berarti aku suka,”
“Aku tak mau egois. Ungu hanya mewakili aku,” kamu mencoba bersikap adil.
“Sudah
kubilang kan tidak apa-apa,” ucapku lagi. “Hmm...! Baiklah!” aku
mencoba berpikir sejenak. “Bagaimana kalau biru? Tapi kau tak keberatan
kan?”
“Kenapa kau bilang seperti itu?” tanyamu.
“Tidak. Aku hanya tak ingin kau merasa terpaksa mengubahnya,”
“Kau
tahu kan kalau aku belum pernah sekalipun merasa dipaksa olehmu.
Tenanglah. Semuanya akan baik-baik saja,” lagi- lagi kau tersenyum.
“Tapi kalau suatu saat berwarna ungu?” kau menatapi mataku
“Tidak akan..!” jawabku.
“Itu pasti!”
“Maksudmu?”
“Pasti menjadi ungu,”
“Bagaimana kau bisa menebaknya?”
“Aku tak menebak,”
“Lalu apa namanya?”
“Memastikan,”
“Tapi, kau bukan Tuhan..!”
“Ya. Tapi untuk hal yang satu ini, aku bisa memastikannya.”
Aku
tak mau meladenimu berdebat lagi. Aku tahu, setiap saat kaulah
pemenangnya. Kau menertawaiku lalu aku pun akhirnya ikut tertawa.
Sungguh!
Tak ada yang lebih damai selain berada di sisimu. Hal yang satu ini,
pasti kau pun sudah memastikannya begitu. Mungkin itulah yang membuat
kita menjadi dianugerahi sesuatu yang mereka menyebutnya cinta. Hmm..!
itu sudah lama sekali. Jauh sebelum kita kita berijab kabul. Jauh
sebelum kita membicarakan tentang warna kamar.
“Boleh kuminta kau berjanji satu hal? Satu hal saja,” ujarmu saat malam pertama kita.
“Apapun. Apapun itu,”
“Aku hanya meminta kau tetap tegar dan tidak terkejut, jika suatu saat nanti, kamar kita benar-benar menjadi ungu.”
“Kau masih ingat percakapan kita itu?” aku menanggapimu tersenyum. Seolah tengah bercanda.
“Aku tak bercanda. Sudah kubilang kan aku telah memastikannya?” kau menatapiku serius.
“Sudah kubilang juga kan, apapun yang kau minta akan kuturuti. Apapun.” kau tersenyum mendengarku berkata begitu.
Sayangku,
aku minta maaf kepadamu. Sungguh. Aku lelaki yang tidak bisa menepati
janji. Sekarang kamar kita telah benar-benar menjadi ungu. Malam-malam
sebelumnya, kamar ini masih biru. Namun beberapa malam yang lalu, sejak
kau tak pernah lagi pulang ke sini, entah dari mana, merah membanjiri
tempat ini. Ia tumpah dari plafon-plafon. Keluar dari dinding-dinding.
Juga muncrat dari sela-sela ubin. Anehnya, tak ada yang berubah kotor.
Malah wangi. Hanya saja harus kurelakan seisi kamar berubah warna
menjadi ungu. Tapi, aku tidak bisa tetap tegar dan tidak terkejut.
Sayang, warna ini sungguh membuat rindu makin pilu.
Pelukis Senyum
Menulis Adalah Caraku Mengabadikan 'Kau'
Selasa, 28 Oktober 2014
Selasa, 08 Oktober 2013
RINDRA

Sebenarnya, kita telah diyakinkan pada satu hal; ada sesuatu yang dianugerahkan Tuhan untuk kita. Tuhan telah membuat kita jatuh cinta. Berulang-ulang. Setiap hari. Pada mata yang sama, pada senyum yang sama. Aku padamu. Dan, kau padaku. Selama waktu. Selama surga.
-Penggalan cerpen berjudul "RINDRA"-
Sabtu, 22 Juni 2013
Selasa, 30 April 2013
Selasa, 23 April 2013
Lomba Menulis Cerita Remaja ROHTO

Berhadiah Total Rp 92 Juta
20 Cerita Pendek Terbaik Diterbitkan sebagai Antologi LMCR 2013
Syarat-Syarat Lomba
- Lomba terbuka bagi pelajar (Kategori A: Pelajar SLTP; Kategori B: Pelajar SLTA), mahasiswa, penulis/pengarang dan umum (Kategori C), warga Indonesia di Tanah Air maupun yang bermukim di Luar Negeri.
- Lomba dibuka 1 April 2013 dan ditutup 25 September 2013 (Stempel Pos/Jasa Kurir)
- Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia yang benar, indah (literer) dan komunikatif
- Naskah yang dilombakan karya asli (bukan jiplakan, terjemahan atau saduran), belum pernah dipublikasi dalam bentuk apa pun dan tidak sedang disertakan lomba serupa
- Tema Cerita: Dunia remaja dan segala aspek rona kehidupannya (cinta, harapan, kepedihan, perjuangan, kekecewaan, perjuangan hidup dan pencerahan)
- Panjang naskah 5 – 10 halaman A4, 1,5 spasi Times New Roman 12 Font, 2 (dua) rangkap, dilampiri foto copy identitas KTP/Kartu Pelajar/Paspor/SIM/Kartu Keluarga (Pilih salah satu) dan foto pose bebas serta file naskah cerpen yang dilombakan dalam CD/DVD
- Setiap peserta boleh mengirimkan lebih dari 1 (satu) judul. Perjudul dilampiri struk/bon pembelian produk PT Rohto Laboratories Indonesia (jenis produk apa saja, bebas memilih) – klik www.rohto.co.id
- Naskah dikirim ke Sekretariat LMCR: Jalan Gunung Pancar No.25 Bukit Golf Hijau Sentul City Bogor 16810, dalam amplop tertutup dilampiri persyaratan Butir 6 dan 7, tulis keterangan Kategori-nya A, B atau C di bagian kanan atas amplop.
- Naskah yang dilombakan menjadi milik penyelenggara, hak cipta pada pengarang
- Pemenang diumumkan 26 Oktober 2013
Kategori A:
Pemenang 1: Rohto-Mentholatum Golden Award + Uang Tunai Rp 4.000.000Pemenang 2: Piagam Rohto-Mentholatum + Uang Tunai Rp 3.000.000
Pemenang 3: Piagam Rohto-Mentholatum + Uang Tunai Rp 2.000.000
Pemenang Harapan, masing-masing memperoleh: Piagam Rohto-Mentholatum + Uang Tunai Rp 500.000
Pemenang 25 Karya Favorit – Piagam Rohto-Mentholatum.
Kategori B:
Pemenang 1: Rohto-Mentholatum Golden Award + Uang Tunai Rp 5.000.000Pemenang 2: Piagam Rohto-Mentholatum + Uang Tunai Rp 4.000.000
Pemenang 3: Piagam Rohto-Mentholatum + Uang Tunai Rp 3.000.000
Pemenang Harapan, masing-masing memperoleh Piagam Rohto Mentholatum + Uang Tunai Rp 500.000
Pemenang 60 Karya Favorit: Piagam Rohto-Mentholatum.
Kategori C:
Pemenang 1: Rohto-Mentholatum Golden Award + Uang Tunai 7.000.000Pemenang 2: Piagam Mentholatum + Uang Tunai Rp 6.000.000
Pemenang 3: Piagam Rohto-Mentholatum + Uang Tunai 4.000.000
Pemenang Harapan masing-masing memperoleh: Piagam Rohto-Mentholatum + Uang Rp 750.000,-
150 Pemenang Karya Favorit: Piagam Rohto-Mentholatum.
Penghargaan Khusus: Pemenang Cerpen Berbahasa Terliris Kategori B mendapat Piagam Rohto-Mentholatum + Uang Tunai Rp 1.000.000,- dan Pemenang Cerpen Berbahasa Terliris Kategori C mendapat Piagam Rohto-Mentholatum + uang Tunai Rp 1.500.000
Seluruh Pemenang mendapat hadiah Antologi Cerpen LMCR-2013.
Pajak hadiah ditanggung PT Rohto Laboratories Indonesia.
Nama Para pemenang dapat diakses di: www.rohto.co.id, www.rayakultura.net dan
Jakarta, 13 Maret 2013
Ketua Pelaksana LMCR-2013
Dra. Naning Pranoto, MA
Bantaeng yang MengAku
Kekasih, malam ini kita lepaskan rindu yang masih melamat
Sempurna kau dan aku dalam kesakralan suci
Tentang rindu yang akan
Biarkan sajalah dulu
Jalannya suatu saat
Kekasih, bila kelak kita berbulan madu
Beri ijin untuk membawamu berkeliling Bantaeng
Kan kubelai rambutmu pada naungan sakura Jepang di tanah Lanynying
Bunga-bunganya kupastikan akan gugur sebab mencemburui kita
Sedang ombak di Pantai Marina akan mengibarat kasih
Bergulung tanpa lelah seakan-akan
Lalu di air terjun Bissappu, kau akan saksikan
Pasrah kujatuhkan cinta pada danau hatimu
Kekasih, Bantaeng mengibarat aku kepadamu
Selalu menghijau
Sebab kuning adalah puncak hidup
Setelahnya
Mati
Kekasih
kiallea pammajiki, taku sareaki racung
kiallea pammajiki, taku sareaki racung
Langganan:
Postingan (Atom)